1 Perhatikan keterangan berikut ini! 1) Atap berbentuk tumpeng. 2) Struktur bangunan terbuat dari batu bata. 3) Tidak memiliki Menara untuk mengumandangkan azdan. 4) Didirikan di ibukota dan dekat istana kerajaan. 5) Memiliki tempat wudhu yang berbentuk mirip pancuran.
Disamping dalam bidang fifik kendaaan, akulturasi juga menyangkut perilaku Bentuk bangunan Masjid yang merupakan hasil akulturasi memiliki ciri-ciri sebagai berikut. a) Atapnya berupa atap tumpang, yaitu atap yang bersusun atau bertingkat, semakin
Hasilakulturasi budaya Islam dengan budaya Indonesia. 1. Masjid dan Menara. Atap pada masjid berupa atap tumpang, yaitu atap yang bentuknya bersusun, semakin ke atas semakin kecil dan tingkat yang paling atas berbentuk limas. Menara masjid yang berfungsi untuk mengumandangkan adzan berbentuk candi yang berada di Jawa Timur dan memiliki atap
Selainakulturasi bidang seni rupa, sejarah juga mencatat akulturasi Hindu, Buddha dan Islam juga terjadi dalam hal seni bangunan. Hal ini nyata terlihat misalnya pada bangunan pemujaan. Jika pada masa praaksara pemujaan terhadap arwah nenek moyang diwujudkan dengan bangunan punden berundak, pada masa Hindu-Buddha diwujudkan dalam bentuk candi.
Jawabanciri-ciri masjid yang berakulturasi dapat dilihat dari menara, bentuk atap bersusun, hingga warna bangunan seperti merah dan kuning. Pembahasan Masjid merupakan tempat ibadah utama bagi umat Islam.
Wujudakulturasi dalam seni bangunan dapat terlihat pada bangunan masjid, makam, istana. Wujud akulturasi dari masjid kuno memiliki ciri sebagai berikut: Atapnya berbentuk tumpang yaitu atap yang bersusun semakin ke atas semakin kecil dari tingkatan paling atas berbentuk limas. Jumlah atapnya ganjil 1, 3 atau 5.
Wujudakulturasi dalam seni bangunan dapat terlihat pada bangunan masjid, makam, istana. Masjid. Wujud akulturasi dari masjid kuno memiliki ciri sebagai berikut: a. Atapnya berbentuk tumpang yaitu atap yang bersusun semakin ke atas semakin kecil dari tingkatan paling atas berbentuk limas. Jumlah atapnya ganjil 1, 3 atau 5.
Berdasarkangambar diatas, bentuk atap tumpang pada masjid merupakan hasil akulturasi budaya Islam dalam bidang. Berikut jawaban yang paling benar dari pertanyaan: Perhatikan gambar dibawah ini! Berdasarkan gambar diatas, bentuk atap tumpang pada masjid merupakan hasil akulturasi budaya Islam dalam bidang
Pada perkembangan budaya Islam di Indonesia, terjadi akulturasi budaya pra-Islam dan budaya Islam dalam berbagai bentuk, antara lain seni bangunan, seni ukir atau seni pahat, kesenian, seni sastra dan kalender. Mengutip Sumber Belajar Kemdikbud RI, seni bangunan dan arsitektur Islam di Indonesia bersifat unik dan akulturatif.
Bangunanmasjid-masjid kuno di Indonesia mempunyai ciri-ciri antara lain: Atap berupa tumpang atau bersusun. Semakin ke atas semakin kecil, tingkat paling atas berbentuk limas, jumlah tumpang selalu ganjil (gasal) tiga atau lima. Atap demikian disebut meru. Atap masjid biasanya masih diberi puncak (kemuncak) yang disebut mustaka.
3ID8. - Tak sedikit gaya arsitektur bangunan-bangunan Islam di Nusantara didominasi oleh dua perpaduan budaya; corak Islam dan juga kebudayaan sebelumnya yang pernah dua budaya tersebut dapat dilihat dari bangunan-bangunan yang ada di sekitar kita saat ini. Sebut saja salah satunya ialah masjid maupun surau langgar.Masjid umumnya dibangun dengan gaya khas Nusantara dengan atap dibuat berundak. Bentuk arsitektur ini merujuk pada punden berundak atau tumpang atap, gaya arsitektur sebelum masuknya pengaruh Hindu-Buddha. Tumpang atap ini biasanya berjumlah ganjil, tiga atau surau atau langgar bentuk atapnya menyerupai limas, persis seperti tempat ibadah ketika zaman dari buku Muatan Lokal Ensiklopedia Sejarah dan Kebudayaan Jilid VI, awalnya, masjid yang memiliki menara jarang sekali dijumpai. Sebab pemberitahuan shalat pada masa itu masih menggunakan bedug atau tabuh. Adapun terdapat menara di Masjid Kudus, sebenarnya menara itu merupakan candi yang dialihfungsikan dan diberi atap akulturasi Hindu-Budha dan kebudayaan lain juga dapat dilihat dari ukiran mimbar yang menyerupai ornamen Hindu. Selain itu, di Masjid Agung Cirebon dapat ditemukan pahatan bergaya Majapahit dengan motif medallion pada hiasan batu lain ialah perpaduan budaya Hindu-Persia yang ditemukan pada bentuk pada kubah, menara, dan tiang Masjid Agung yang berlokasi di Banda tempat ibadah, akulturasi kebudayaan pun dapat dilihat pada bangunan makam. Dalam Islam, seseorang yang meninggal harus dikebumikan di dalam tanah dengan posisi membujur dari utara ke selatan dan dibuat sesederhana pengaruh dari kebudayaan-kebudayaan sebelumnya menyebabkan makam dibuat bersusun timbun atau mirip candi. Gaya bangunan tersebut disebut kijing atau jirat. Bahkan, makam pun bisa diberi bangunan cungkup atau Islam tertua yang ada di Samudera Pasai memiliki kesamaan struktur dengan makam di Gujarat. Sementara makam Islam di Troloyo, memiliki ciri-ciri Majapahit dengan lengkung kala nekara dan angka berbahasa Kawi.*Lihat juga Simak Berbagai Video Menarik Lainnya Disini Kenapa Tata Letak Keyboard "QWERTY" Tak Berurutan? Ini Alasannya! 12 June 2023 151323 Eris Kuswara Jakarta - Mungkin sebagai dari kita saat ini masih ada yang bertanya-tanya, mengapa tata letak keyboard tidak berurutan sesuai dengan abjad? Mengapa huruf A terletak di samping huruf S? Mengapa huruf T berada di antara huruf R dan Y?Berdasarkan sejarahnya, susunan papan ketik yang kerap disebut dengan "QWERTY" ini, ternyata sudah muncul sejak ratusan tahun lamanya atau tepatnya pada 1 Juli 1874 bahwa pada saat itu muncul mesin tik dengan merek Remington. Menariknya, mesin tik itu juga mulai ramai di pasaran. Tak hanya itu saja, disebutkan Remington ini menjadi cikal bakal dari susunan keyboard QWERTY yang berlaku saat tata letak dari susunan keyboard itu sendiri dimulai dari penemunya asal Amerika Serikat AS, bernama Christopher Latham Sholes. Tercatat, selama beberapa tahun, Sholes tak kenal lelah dalam menyusun abjad untuk susunan pada keyboard mesin tata letaknya seperti sekarang, ternyata Sholes pada awalnya menyusun keyboard sesuai dengan urutan alfabet. Namun sayangnya, susunan itu tidak efektif hingga menyebabkan saja, mesin tik sendiri dibuat dengan bahan logam. Sehingga mesin pun akan macet jika tombolnya ditekan secara berurutan. Sehingga, untuk menghindari problem atau masalah itu, Sholes mulai memisahkan urutan huruf terkhusus. Contohnya huruf-huruf yang sering digunakan secara bersamaan seperti S dan T. Hal inilah yang pada akhirnya membuat juru ketik pun mampu mengetik lebih cepat, karena tidak terhalang kemacetan tombol. Baca Catatan Sejarah 7 Mei 1988; Apple Computer Perkenalkan iMac PertamaBerikut desain pertama keyboard QWERTY yang di susun Sholes jual ke perusahaan produksi mesin tik, Remington, pada 18732 3 4 5 6 7 8 9 - ,Q W E . T Y I U O PZ S D F G H J K L MA X & C V B N ? ; RJika melihat susunan itu, tampak angka 1 dan 0 tidak ada dalamnya. Berdasarkan informasi dari berbagai sumber, ketiadaan angka 1 dan 0 ini ternyata memang disengaja dengan tujuan mengurangi biaya produksi. Pasalnya, mereka melihat angka-angka ini dapat menggunakan tombol lain, seperti huruf besar I dan huruf besar sayangnya, penjualan perdana dari mesin tik ini justru tidak begitu menggembirakan. Sebab, bagi para penggunanya hal itu dianggap mahal dan kerap pada 1878, Remington 2 menjadi produk yang selanjut. Bahkan keyboard mesin tik itu selanjutnya dilakukan penyempurnaan itu, secara langsung hal tersebut mengubah perjalanan papan ketik dengan susunan QWERTY menuju kesuksesan tonton berbagai video menarik di sini 12 Juni 1819; Meletusnya Perang Menteng di Palembang 12 June 2023 070542 Eris Kuswara Sumatra Selatan - Adanya Konvensi London pada 1814-an, membuat Inggris harus menyerahkan seluruh wilayah kekuasannya di Indonesia ke tangan Belanda. Termasuk juga wilayah Kesultanan Palembang yang dikontrol sebagian oleh awalnya, Belanda mengambil alih daerah yang dikontrol Inggris di Palembang berusaha berdamai dengan Sultan Mahmud Badaruddin SMB II. Diketahui juga sebelumnya, SMB II dan Inggris dalam keadaan sayangnya perdamaian itu tidak berlangsung lama. Hal itu disebabkan oleh sikap tamak Belanda saat berada dibawah pimpinan Komisaris Herman Warner Muntinghe. Dengan alasan penjajakan, pasukan Belanda merangsek masuk ke wilayah Kesultanan tetapi pasukan Belanda itu dihentikan oleh pasukan SMB II di Muara Rawas. Muntinghe pun kemudian meminta SMB II untuk menyerahkan putera mahkotanya sebagai jaminan kesetiaan. Selanjutnya pada 12 Juni 1819, SMB II akhirnya terlebih dahulu menyerang Belanda dalam sebuah perang yang dikenal dengan Perang Menteng. Disebutkan bahwa Perang Menteng merupakan perang paling dahsyat yang terjadi pada waktu itu. Di mana korban terbanyak dari peperangan itu justru ada di pihak Belanda. Tercatat, perang tersebut berlangsung hingga 1821. Di sisi lain, Palembang sendiri berhasil memenangkan beberapa kali pertempuran. Hingga pada akhirnya benar-benar jatuh pada 25 Juni 1821 setelah SMB II ditangkap dan dibuang ke Ternate hingga meninggal dunia pada 26 September bagaimana latar belakang dari Perang Menteng itu?Diketahui, latar belakang terjadinya Perang Menteng ini didorong oleh penemuan timah di Bangka pada pertengahan abad ke-18. Sejak saat itulah, pihak Inggris dan Belanda sudah mengincar Palembang untuk menjadi wilayah kekuasaan mereka. Awal mula penjajahan pun ditandai dengan penempatan loji atau kantor dagang pertama milik Belanda di Palembang tepatnya di Sungai Aur. Namun Thomas Stamford Raffles, sebagai perwakilan Inggris saat itu, berusaha membujuk Sultan Badaruddin II agar mengusir Belanda dari Palembang. Kesultanan Palembang malah dengan tegas mengatakan bahwa mereka tidak ingin terlibat dalam konflik antara Inggris dan Belanda. Akan tetapi, bersamaan dengan lepasnya Indonesia dari tangan Belanda pada awal abad ke-16, Inggris pada akhirnya berhasil menduduki Palembang dan membentuk sebuah perjanjian pada 14 Mei 1812. Kendati demikian, Belanda sendiri terus berusaha untuk bisa merebut kembali Palembang dari tangan Inggris. Upaya yang dilakukan Belanda itu diawali dengan ditandatanganinya Perjanjian London antara Belanda dan Inggris pada 13 Agustus 1814. Melalui perjanjian tersebut, Inggris terpaksa harus menyerahkan kembali Palembang kepada Belanda. Setelah itu, Belanda kemudian mengangkat Herman Warner Muntinghe sebagai komisaris di Palembang. Sebagai komisaris baru di Palembang, Muntinghe mulai menjajah pedalaman wilayah Kesultanan Palembang. Saat itu Muntinghe berdalih bahwa penjajahan yang dilakukan merupakan bagian dari bentuk inventarisasi sebenarnya adalah untuk menguji kesetiaan Sultan Badaruddin II. Diceritakan pada suatu hari di daerah Muara Rawas, Muntinghe dan pasukannya secara tiba-tiba diserang oleh para pengikut Sultan Badaruddin II. Baca Mengenang Sultan Baabullah, Sang Penguasa 72 Pulau Pengusir Penjajah PortugisAkibat serangan itu, sekembalinya dari Muara Rawas Muntinghe pun memaksa Kesultanan Palembang untuk menyerahkan putra mahkota sebagai jaminan agar Kesultanan Palembang selalu setia terhadap Belanda. Mengetahui hal tersebut, Sultan Badaruddin II malah semakin kesal. Bahkan kekesalannya semakin memuncak terutama setelah ada seorang ulama ditembak mati Belanda tanpa alasan yang jelas. Hal itulah yang kemudian menjadi penyebab Perang Menteng pada 12 Juni 1819 pertempuran yang terjadi pada 12 Juni 1819 itu, sekitar 200 prajurit Belanda dikirim untuk menyerang pertahanan Kesultanan Palembang di Kuto Besak. Pertempuran terus berlanjut sampai keesokan harinya. Namun sayangnya pertahanan Palembang masih sulit ditembus, hingga pada akhirnya Muntinghe kembali ke Batavia dengan kekalahan. Tak terima dengan kekalahannya, Muntinghe berdiskusi dengan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Van der Capellen. Setelah itu, Belanda berencana akan melakukan serangan balik dengan kekuatan yang berlipat ganda. Untuk bisa meluluhlantakkan Kesultanan Palembang, Belanda mengirim sebanyak pasukan dan puluhan kapal saat bersamaan, Sultan Badaruddin II juga ternyata sudah bersiap apabila ada serangan balik dari pihak Belanda. Ia melakukan sejumlah persiapan mulai dari melakukan restrukturisasi pemerintahan serta membangun perbentengan di antara Pulau Kembaro dan Plaju yang menjadi jalur masuk ke Kota Palembang. Tak hanya itu saja, Sultan juga memerintahkan pasukannya untuk membuat pancang-pancang kayu yang berfungsi untuk menahan kapal-kapal Belanda. Pada 21 Oktober 1819, pertempuran kedua terjadi di Sungai Musi. Lagi-lagi, Belanda harus kembali menelan kekalahannya. Di tahun yang sama, Sultan Badaruddin II resmi mengangkat putranya, Pangeran Ratu untuk menjadi sultan di Palembang dengan gelar Ahmad Najamuddin III. Hal tersebut sengaja dilakukannya, agar Badaruddin II bisa lebih fokus memimpin perlawanan Kesultanan Palembang untuk mengusir Belanda. Badaruddin II juga memperkuat benteng-benteng di Pulau Kembaro dan Plaju dengan meriam-meriam, sekaligus menyiapkan sekitar hingga pasukan. Di sisi lain Belanda, yang dipimpin oleh Wolterbeck memutuskan untuk mundur ke Batavia. Kendati demikian, Belanda kembali ke Palembang pada 9 Mei 1821 di bawah pimpinan Mayjend de Kock. Pada 22 Mei 1821, De Kock dengan armadanya sampai di Sungai Musi dan langsung disambut dengan tembakan meriam. Hebatnya lagi, meriam dari pasukan Badaruddin II itu tidak hanya menghancurkan formasi armada De Kock. Akan tetapi juga membuat mereka kewalahan dan memilih untuk mundur. Meskipun begitu, langkah itu ternyata hanya merupakan taktik dari pihak Belanda untuk mengatur kembali strategi penyerangan. Pada 24 Juni 1821 dini hari, secara tiba-tiba Belanda memberikan serangan hingga membuat Palembang mengalami kekalahan. Penyebab kekalahan Kesultanan Palembang dalam Perang Menteng itu tidak lain akibat serangan mendadak dari Belanda hingga membuat Badaruddin II berhasil ditangkap. Akibat peperangan itu, sekitar 101 orang dari pihak Belanda tewas. Sementara jumlah di pihak Palembang tidak diketahui. Sedangkan nasib Badaruddin II bersama keluarganya, termasuk juga Sultan Ahmad Najamuddin III, mereka semuanya dibawa ke Batavia sebelum akhirnya diasingkan ke Ternate pada 3 Juli 1821 sampai akhir hayatnya. Akibat dari peperangan ini, Palembang berhasil jatuh ke tangan Belanda. Lalu pada 7 Oktober 1823, Kesultanan Palembang juga resmi dihapus oleh Belanda dan Kuto Tengkuruk dihancurkan hingga rata dengan tonton berbagai video menarik di sini Makam Peneleh, Peristirahatan Terakhir Kaum Elit Surabaya di Zaman Kolonial 10 June 2023 120212 Eris Kuswara Jawa Timur - Se-abad yang lalu, Kota Surabaya, Jawa Timur menjadi pusat pemerintahan Hindia Belanda. Hal itu dibuktikan dengan keberadaan kompleks pemakaman tua di Kelurahan Peneleh, Kecamatan kompleks pemakaman tua yang masih ada sampai dengan saat ini disebut-sebut sebagai pemakaman bagi para pembesar Belanda. Warga Surabaya pun mengenal pemakaman itu dengan sebutan Makam Peneleh. Sementara dalam bahasa Belanda, pemakaman seluas 6,4 hektare itu dikenal dengan sebutan De Begraafplaats Soerabaia. Menariknya lagi, ternyata Makam Peneleh ini tidak jauh dari tempat Presiden Soekarno dilahirkan dan juga tempat tinggal pahlawan nasional, Hadji Oemar Said HOS Tjokroaminoto. Dilansir dari laman kompas, namun sayangnya, kompleks makam ini sudah tak lagi digunakan dan hanya dipakai sebagai wisata heritage saja. Di sisi lain, lokasi pemakamannya itu menjadi objek menarik bagi komunitas fotografi karena memiliki latar belakang makam khas Eropa. Tak hanya itu saja, beberapa orang yang dimakamkan disana pun bukan orang sembarangan, dan mereka merupakan para pejabat sejarah, Kuncarsono Prasetyo menjelaskan bahwa dalam kompleks pemakaman tua itu ada lebih dari jasad yang dikuburkan. Berdasarkan sejarahnya, pemakaman ini sendiri mulai dipakai pada 1814-an sebagai opsi pengganti Makam Krembangan yang mulai begitu, jasad yang bakal menghuni Makam Peneleh kala itu tidak boleh orang sembarangan. Makam itu hanya boleh ditempati oleh pejabat, ningrat, darah biru, hingga orang atau kelompok yang memiliki andil besar di era kala di antaranya, adalah Residen Surabaya Daniel Francois Willem Pietermaat 1700-1848, Gubernur Jenderal Hindia Belanda Pieter Markus 1787-1844, dan Wakil Direktur Mahkamah Agung Hindia Belanda Pierre Jean Baptiste de Perez. Baca Gedung Singa, Jejak Peninggalan Zaman Belanda yang Terancam DijualSelain itu, tulisan di beberapa makam dengan bahasa Belanda juga masih jelas menyebutkan informasi siapa yang dimakamkan. Tak hanya itu saja, makam ini juga ternyata bukan hanya diperuntukan bagi orang Belanda. Pasalnya disana juga ada warga dari Jerman, Inggris, Jepang, Asia dan 1924, Makam Peneleh akhirnya ditutup karena sudah penuh. Pemerintah Hindia Belanda saat itu kemudian memindahkan makam ke komplek makam Kembang Kuning yang ada di Kelurahan Pakis Kecamatan telah telah berpindah, Makam Peneleh dinilai sebagai laboratorium sejarah desain dan arsitektur. Mulai dari model bangunan makamnya, material pembuatannya, bentuk fontnya, simbol-simbolnya hingga ornamen ragam hiasnya selalu berbeda-beda setiap itu juga ada perkawinan desain Belanda-Jawa dari bentuk makamnya. Lalu ada juga konstruksi atap seng plus ornamen lisplang berukir Kebersihan Makam Peneleh Surabaya, Agus Wahyudi mengatakan bahwa sejak era Wali Kota Tri Rismaharini, tempat tersebut mulai terawat diantaranya dengan menambah petugas, hingga menempatkan aksesoris berupa lampu penerangan yang dilakukan pada kesan angker pada Makam Peneleh juga perlahan menghilang seiring dengan sudah adanya lampu penerangan yang menyebar di 36 titik. Di sisi lain juga saat ini sudah banyak wisatawan mancanegara asal Eropa yang mulai berdatangan ke kompleks tersebut untuk tonton berbagai video menarik di sini Berburu Barang Antik di Pasar Comboran, Sudah Ada Sejak Zaman Kolonial 10 June 2023 070914 Eris Kuswara Jawa Timur - Bagi kolektor barang antik, Pasar Comboran yang ada di Kota Malang, Jawa Timur pun menjadi tempat favorit dalam mencari barang bekas atau barang antik dengan harga yang miring. Selain itu, lokasi Pasar Comboran yang cukup luas memungkinkannya dapat menampung banyak penjual dengan ragam barang dagangannya. Diketahui, Pasar Comboran ini membentang dari Jalan Prof. M. Yamin, Jalan Halmahera, Jalan Sartono SH hingga Jalan Irian Jaya. Menariknya lagi, di setiap jalan tersebut terdapat penjual yang mendagangkan berbagai barang-barang bekas berbeda. Salah satunya para pedagang barang-barang antik di Jalan Irian Jaya selalu menarik perhatian dari laman Times Indonesia, salah satu pedagang barang antik, Totok Nyarianto mengatakan bahwa barang yang ditawarkan itu berasal dari pengrajin di Mojokerto. "Kebanyakan yang saya jual di sini adalah barang hasil pengrajin dari Trowulan, Mojokerto, serta beberapa barang saya yang lama dulu," kata mengenai sejarahnya, usut punya usut ternyata Pasar Comboran ini ternyata sudah ada sejak era kolonial Belanda, atau tepatnya pada 1900-an. Diceritakan pada awalnya pasar tersebut rupanya tak didesain sebagai pasar loak. Hal itu dikarenakan kawasan Comboran merupakan tempat perlintasan kereta Sejarah dan Budaya Kota Malang, Agung Buana menuturkan, Comboran itu memang dari awal bukan di desain sebagai pasar. Karena mengingat juga bahwa dulu Malang mempunyai moda transportasi yang dikenal dengan nama trem. "Itu merupakan kereta penumpang jarak pendek atau yang sekarang disebut dengan komuter," kata Agung sebagaimana dimuat dari laman tugumalang. Baca Jejak Perjalanan Toko Buku Gunung Agung, Menenami Sejak Zaman KemerdekaanMeskipun begitu, keberadaan stasiun tersebut justru membuat kawasan Comboran menjadi lokasi yang strategis bagi dokar kala itu. Seiring dengan berkembangnya waktu, puluhan bahkan ratusan dokar pun biasanya akan ngetem di kawasan itu untuk beristirahat dan menanti penumpang."Nah orang Jawa kala itu kalau ngasih minum kuda namanya nyombor. Jadi pada saat dokar dokar itu berkumpul, selanjutnya kuda tersebut diberi makan dan minum itu yang istilahnya nyombor. Akan tetapi orang di sana menyebutnya dengan nyomboran, hingga lama kelamaan menjadi comboran dan nama tersebut berlaku sampai saat ini," berjalannya waktu, para penumpang trem kemudian membawa dagangan hasil pertanian mereka dan melakukan transaksi jual beli di stasiun sambil menanti datangnya sayangnya setelah kehadiran Jepang di Bumi Pertiwi, membuat banyak orang Belanda yang tertangkap dan ditahan. Sehingga, banyak warga pribumi yang bekerja sebagai pembantu demi mendapatkan peninggalan berupa pakaian, hingga perabotan rumah tangga."Ketika Jepang masuk pada 1942, pakaian kala itu juga sulit dan langka. Oleh karena itu, pada akhirnya pakaian pakaian dari Belanda dijual belikan di daerah Comboran. Makanya ada pasar pakaian bekas disini. Pasalnya juga banyak pakaian bekasnya orang Belanda dari 1942-1945-an," sekitar 1980-an, Pasar Comboran mulai terkenal sebagai pusat pasar barang antik terbesar di Jawa Timur. Bahkan pemburu barang antik dari Surabaya, Semarang, Solo hingga Yogyakarta juga kerap kali datang ke Pasar Comboran."Jadi orang Belanda, Semarang, Solo hingga Jogja bilang kalau mau cari barang antik pasti ke Comboran sampai dengan sekarang. Akan tetapi sekarang yang jual barang antik disana sudah jarang di Comboran, namun di rumah ada di gang gang sekitar situ," tonton berbagai video menarik di sini Gedung Singa, Jejak Peninggalan Zaman Belanda yang Terancam Dijual 08 June 2023 121134 Eris Kuswara Jawa Timur - Penjajahan yang dilakukan bangsa Kolonial Belanda di masa lampau, meninggalkan jejak sejarah bagi bangsa Indonesia. Hingga saat ini, banyak jejak peninggalan bangsa Kolonial Belanda masih tersisa di Indonesia. Salah satunya Gedung Singa yang berada di Surabaya, Jawa Gedung Singa mulai dibangun pada zaman kolonial Belanda sekitar 1901-an. Alasan mengapa gedung tersebut dinamakan Gedung Singa, dikarenakan di bagian depannya terdapat dua patung singa bersayap sebagai ciri khasnya. Meskipun begitu, dalam perjalanan sejarahnya gedung itu beberapa kali mengalami pergantian nama dan fungsi. Dilansir dari laman diceritakan pada awalnya Gedung Singa ini merupakan Kantor Perusahaan Umum Asuransi Jiwa dan Tunjangan Hari Tua atau dalam bahasa Belanda dikenal dengan Algemeene Maatschappij van Levensverzekering en Lijfrente. Pada masanya, kantor tersebut menjadi perusahaan asuransi jiwa yang paling besar di Hindia Belanda. Selain itu, dalam sebuah surat kabar yang terbit pada 1901 menyebutkan bahwa di lokasi terbuka di Willemskade yang telah dibeli oleh Algemeene Maatschappij van Levensverzekering en Lijfrente te Amsterdam, akan muncul sebuah bangunan besar yang indah dengan satu itu, dilansir dari laman National Geographic, awalnya Gedung Singa itu didesain oleh arsitek bernama Marius J Hulswit 1862-1921. Akan tetapi proposalnya ditolak, dan arsitek lain bernama Hendrik Petrus Berlage 1856-1934 pun akhirnya ditunjuk sebagai Berlage sendiri merupakan arsitek kelas dunia yang pada saat itu karya-karyanya sangat dikagumi publik dunia. Bahkan, beberapa bangunannya masih berdiri kokoh hingga saat ini dan terus dikagumi banyak orang. Termasuk juga oleh para arsitek masa Lulusan Institut Teknologi Bandung, Bambang Eryudhawan mengatakan bahwa di dunia arsitektur ada nama-nama besar, dan salah satu yang dikenal, diakui dan tak perlu diperdebatkan lagi kehebatannya adalah Hendrik Petrus Berlage."Gedung Singa ini menampakkan gaya arsitektur Art Nouveau. Semangat Art Nouveau ini juga menampilkan gaya arsitektur pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20," kata Yudha sebagaimana dilansir dari laman GNFI. Baca Landhuis Villa Nova, Saksi Bisu Pemberontakan Entong Gendut Melawan BelandaYudha memaparkan, dua patung singa bersayap yang berada di depan gedung itu juga mewakili zaman pembangunan. Selain itu, desain dua patung singa bersayap tersebut sangat dipengaruhi dengan kemunculan penemuan arkeologi Mesir."Dikarenakan temuan hasil eksplorasi-eksplorasi Eropa ke Mesir itulah yang kemudian menimbulkan eksotisme baru di Eropa. Bukan hanya dari sisi pengetahuan, akan tetapi kebudayaan Mesir kuno itu juga muncul di museum-museum di Eropa," sayangnya, Gedung Singa ini terancam berpindah tangan. Hal itu dikarenakan gedung tersebut rencananya akan dijual. Disebutkan pada 2022, di depan gedung itu terdapat spanduk informasi yang menunjukkan bahwa gedung sedang dalam proses lelang melalui website sekaligus Koordinator Begandring Soerabia, Kuncarsono Prasetyo mengaku terkejut saat mengetahui gedung bersejarah itu terancam berpindah tangan. Oleh karena itulah pihaknya pun mendengungkan wacana penjualan Gedung Singa yang berstatus sebagai cagar budaya Surabaya."Cara untuk menggagalkan lelang itu bermacam-macam. Salah satunya dan yang paling utama adalah dengan adanya Peraturan Daerah Perda Cagar Budaya Kota Surabaya. Perda tersebut mewajibkan pemilik bangunan cagar budaya Surabaya, untuk menawarkannya ke pemerintah kota sebelum menjualnya ke publik. Jadi itulah yang harus dilalui," ungkap Prasetyo sebagaimana dilansir dari halnya dengan Kuncarsono, Yudha yang juga merupakan anggota Tim Ahli Cagar Budaya Provinsi DKI Jakarta menyatakan bahwa pihaknya tidak masalah dengan adanya penjualan yang dilakukan, asalkan Gedung Singa itu masih tetap terjaga."Dijual kepada siapa pun boleh. Cuma dikarenakan ini sudah menjadi cagar budaya, maka pembelinya pun sudah terikat dengan ketentuan untuk tetap menjaga keaslian dari bangunan tersebut," kata tonton berbagai video menarik di sini Hari Laut Sedunia Pentingnya Jaga Lautan Demi Keberlangsungan Hidup 08 June 2023 070642 Admin Jakarta - Laut dan perairan adalah bagian dari bumi kita. Bahkan kita hidup dikelilingi oleh lautan yang sangat luas yang membentuk suatu pulau pulau dimana kita tinggal. Untuk memperingatinya, masyarakat seluruh dunia pun setiap tanggal 8 Juni merayakan Hari Laut Sedunia atau World Oceans luas lautan Indonesia yang sangat luas dengan negara kepulauan yaitu sekitar Kilometer menjadi negara dengan wilayah kepulauan terbesar di dunia. Dilansir dari laman berdasarkan sejarahnya Hari Laut Sedunia pertama kalinya diperingati pada tahun 1992 oleh Kanada pada Earth Summit di Rio De Janeiro laut sedunia ini kemudian diresmikan oleh PBB pada akhir 2008. Namun sejak 2003, organisasi The Ocean Project selalu mengkoordinasikan tentang Hari Laut Sedunia dan mengumpulkan semua orang dari berbagai negara untuk berpartisipasi dalam merayakan hari laut ini setiap itu, dilansir dari laman tujuan diperingatinya Hari Laut Sedunia ini adalah untuk mendedikasikan secara khusus upaya dalam menghargai laut-laut yang ada di dunia, sekaligus juga untuk menghargai apa yang telah laut sediakan untuk keberlangsungan kehidupan semua mahluk hidup. Baca 1 Juni Sejarah Diperingatinya Hari Susu SeduniaSelain itu, perayaan ini juga didedikasikan untuk menghargai nilai intrinsik yakni laut sebagai jalur perdagangan internasional. Di sisi lain, polusi global dan kurangnya kesadaran masyarakat pun bisa membuat populasi yang ada di lautan menjadi berkurang atau hilang. Dengan adanya hari laut ini, diharapkan masyarakat sadar pentingnya menjaga lautan untuk keberlangsungan kehidupan. Setiap tahunnya peringatan hari laut ini mengusung tema yang berbeda-beda dan disesuaikan dengan keadaan yang tengah terjadi. Contohnya pada 2019, Hari Laut Sedunia mengusung tema 'Gender And Ocean' dengan tetap fokus kepada peringatan Hari Laut Sedunia. Tak hanya itu saja, Hari Laut Sedunia juga bertujuan untuk meningkatkan semua orang tentang peran penting laut dalam kehidupan, mengembangkan gerakan dunia dari warga untuk laut, serta merayakan bersama sama keindahan dan kejayaan laut untuk masa depan. Selain itu juga, kita bisa memperingati Hari Laut Sedunia ini dengan cara membersihkan sampah di sekitar laut, mempertimbangkan semua hal dalam penangkapan sumber daya laut, dan tidak membuang samnpah ke tonton berbagai video menarik di sini Sejarah Hari Ini; Diresmikannya Komnas HAM di Indonesia 07 June 2023 120449 Eris Kuswara Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau yang selanjutnya disebut dengan Komnas HAM, merupakan lembaga mandiri yang memiliki kedudukan setingkat lembaga negara lainnya. Lembaga ini berfungsi untuk melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan dan mediasi Hak Asasi Manusia HAM. Pada awalnya, Komnas HAM ini ditunjuk untuk menjalankan tugasnya berdasarkan Keputusan Presiden Keppres Nomor 50 Tahun 1993 tanggal 7 Juni 1993. Adapun tujuan pembentukan Komnas HAM yang didirikan pada 7 Juni 1993 ini adalah untuk membantu dalam mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan HAM di Indonesia yang sesuai dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar UUD 1945, Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Selain itu, Komnas HAM juga dibentuk dengan tujuan untuk meningkatkan perlindungan HAM guna mendukung terwujudnya pembangunan nasional. Berdasarkan Kepres itu juga, Komnas HAM melakukan berbagai kegiatan diantaranya, menyebarluaskan wawasan nasional dan internasional tentang HAM kepada masyarakat luas, mengkaji berbagai instrumen perlindungan HAM dari PBB, memberikan saran tentang kemungkinan akses dan ratifikasinya, serta melaksanakan pemantauan, penyelidikan dan pemajuan perlindungan HAM. Baca Sejarah Singkat Komnas HAM IndonesiaKomnas HAM ini dilengkapi dengan dua badan kelengkapan. Pertama, dalam Sidang Paripurna yang merupakan kekuasaan tertinggi Komnas HAM, dan terdiri dari seluruh anggota Komnas HAM. Dalam forum ini, ditetapkanlah Program Kerja, Mekanisme Kerja dan Peraturan Tata Tertib Komnas yang kedua, adalah Subkomisi yang terdiri dari Subkomisi Pendidikan dan Penyuluhan, Subkomisi Pengkajian Instrumen HAM dan Subkomisi Pemantauan Pelaksanaan HAM. Setiap Subkomisinya juga terdiri dari paling banyak sembilan orang yang menjabat sebagai ketua, wakil ketua, anggota, dibantu staff pendukung kerja subkomisi. Untuk mendukung kegiatan organisasi di Komnas HAM, maka lembaga ini dilengkapi dengan Sekretariat Jenderal sebagai unsur pelaksana dan pelayanan kerja Komnas HAM. Dalam perjalanannya, tugas Komnas HAM pun mengalami perkembangan sesuai dengan yang dijelaskan dalam Pasal 18 hingga pasal 20 UU Nomor 26 Tahun 2000 yang membuat kewenangan Komnas HAM menjadi semakin demikian, peranan yang diberikan kepada Komnas HAM menjadi semakin berat, atau dalam artian Komnas HAM ini tidak hanya sekadar menjadi lembaga penyuluh kesadaran akan HAM, atau lembaga penerima pengaduan pelanggaran HAM dan melakukan kewenangan yang semakin luas, Komnas HAM juga sudah masuk ke wilayah kerja dalam sistem peradilan pidana. Artinya, Komnas HAM pun akan menjalankan sebagian dari tugas polisi selaku tonton berbagai video menarik di sini 7 Juni 1999 Pelaksanaan Pemilu Pertama di Era Reformasi 07 June 2023 070847 Eris Kuswara Jakarta - Tanggal 7 Juni 1999 menjadi momen bersejarah bagi perjalanan demokrasi di Indonesia. Pasalnya di tanggal itu, Indonesia untuk kali pertamanya melaksanakan Pemilihan Umum Pemilu di era reformasi setelah 32 tahun lamanya berada di bawah pemerintahan Orde Baru Presiden pelaksanaan Pemilu 1999 yang diikuti 48 partai tersebut, berhasil dimenangkan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan PDIP.Diceritakan kala itu, BJ Habibie secara resmi diangkat sebagai Presiden Ke-3 Republik Indonesia RI setelah mendapatkan mandat dari Soeharto yang ditandai dengan pengunduran dirinya dari jabatannya kepresidenan pada 21 Mei 1998. Tepatnya pada 7 Juni 1999, BJ Habibie langsung melakukan percepatan Pemilu untuk pertama kalinya di Era Reformasi setelah runtuhnya rezim Orde Baru. Dilansir dari laman kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kemdikbud, namun sebelum mengadakan Pemilu, pada Mei 1999, BJ Habibie menerima kedatangan sejumlah ulama di Istana pertemuan itu, BJ Habibie langsung mengatakan secara lisan bahwa diperlukan pembentukan partai baru. Sebab hasil Pemilu yang dilakukan sebelumnya pada 1997 yang dimenangkan Partai Golkar, di mata rakyat Indonesia Pemilu tersebut dinilai tidak memiliki legitimasi setelah lengsernya Soeharto. BJ Habibie pun lantas memerintahkan agar diadakan kembali Pemilu untuk melegitimasi kekuasaannya. Hal itu dilakukan agar ia dapat mengubah situasi krisis yang dialami Indonesia saat itu. Sebenarnya, Pemilu tersebut diselenggarakan pada dikarenakan atas desakan publik untuk mengadakan reformasi, dan mengganti anggota-anggota parlemen yang berkaitan dengan pemerintahan sebelumnya yang dianggap tidak memiliki legitimasi, maka pelaksanaan Pemilu dipercepat dari 2002 ke pada 25 Mei 1998, BJ Habibie melakukan pertemuan dengan pimpinan DPR/MPR sebagai upaya dalam melakukan konsultasi sekaligus membahas diadakannya Pemilu dan bersepakat untuk melaksanakannya lebih cepat. Pada akhirnya, diputuskan bahwa Pemilu akan dilaksanakan pada 7 Juni 1999. Baca Tragedi Berdarah "Jumat Kelabu", Peristiwa Kelam Pemilu 1997 BanjarmasinTak hanya itu saja, keputusan tersebut juga dicetuskan dalam Sidang Istimewa MPR pada 10 13 November 1998. Menariknya, selain menjadi kali pertamanya diselenggarakan setelah runtuhnya Orde Baru. Pemilu 1999 juga menjadi Pemilu terakhir kalinya yang diikuti oleh Provinsi Timor Timur, sebelum memisahkan diri dari sisi lain, masa transisi pemerintahan Orde Baru ke Era Reformasi ternyata juga melahirkan Undang-Undang baru yang berkaitan dengan Pemilu, yaitu Undang-Undang UU Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik, UU Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilu, dan UU Nomor 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD. Dengan diterbitkannya UU baru tentang partai politik itu bak bagaikan jamur di musim hujan. Tercatat kala itu sebanyak 171 partai baru dari berbagai macam asas mendaftarkan diri. Akan tetapi dari jumlah tersebut, hanya ada sebanyak 141 partai yang terdaftar dan 48 partai selanjutnya lolos untuk mengikuti Pemilu 7 Juni dibentuklah Komisi Pemilihan Umum KPU dengan tujuan untuk menghindari campur tangan pemerintah, sekaligus menjaga objektivitas pemilihan umum dalam pelaksanaan Pemilu 1999. Adapun KPU 1999 kala itu diketuai oleh Jend Purn Rudini, dan didampingi Wakil Ketua Harun Al Rasyid. KPU 1999 juga memiliki anggota sebanyak 48 orang yang mewakili 48 partai yang berpartisipasi dalam Pemilu 1999, dan ditambah dengan empat wakil dari 7 Juni 1999 tersebut juga digelar dengan sistem perwakilan berimbang dengan stelsel daftar, dan menghabiskan dana Rp1,3 triliun dengan jumlah peserta 48 partai dan 462 kursi. Pemilu 1999 juga dimenangkan PDI Perjuangan dengan total suara sebanyak atau persen dengan peraihan sebanyak 154 ada partai Golkar di posisi kedua dengan jumlah suara atau persen dengan perolehan kursi sebanyak 120 kursi. Sedangkan untuk posisi ketiga dalam Pemilu pertama era reformasi ini berhasil diraih Partai Persatuan Pembangunan PPP dengan total suara dan perolehan kursi sebanyak 59 tonton berbagai video menarik di sini Sejarah Hari Hama Sedunia dan Bahayanya Pestisida Kimia 06 June 2023 070502 Admin Jakarta - Masyarakat dunia setiap tahunnya pada tanggal 6 Juni memperingati Hari Hama atau Hari Tanpa Hama Sedunia. Peringatan Hari Tanpa Hama Sedunia itu dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran tentang praktik pengolahan hama yang efektif, dan bagaimana memanfaakannya bagi kehidupan sebagian besar orang khususnya para petani, hama dianggap sebagai hewan yang sangat merugikan. Hal itu dikarenakan hama dapat merusak berbagai hasil kebun. Dilansir dari laman Hari Hama sedunia atau yang disebut juga World Pest Awarences pertama kalinya diperingati pada 2017. Peringatan Hari Hama ini pertama kalinya diresmikan di Beijing, China pada 6 Juni 2017, yang kemudian didukung lebih dari 30 asosiasi mula terbentuknya Hari Hama Sedunia ini dikarenakan adanya kesadaran dari masyarakat tentang bahayanya pestisida, pembasmi hama pada sayuran atau tumbuhan yang akan dikonsumsi dan tidak benar dalam tersebut sudah muncul pada 1960-an, hingga menyebabkan beberapa peneliti biologis mulai meneliti kandungan-kandungan pestisida. Baca 1 Juni Sejarah Diperingatinya Hari Susu SeduniaDi sisi lain, tak banyak orang yang tertarik dengan pengendalian hama secara tradisional yang berdampak tak begitu buruk dibandingkan pestisida kimia. Selain itu, pengendalian hama juga tidak lepas dari peran para petani dan kesadaran masyarakat agar membuat pengendaliannya menjadi lebih dari laman ada beberapa tips yang bisa dilakukan untuk mengendalikan hama, diantaranya menggunakan metode alami atau organik dengan menggunakan ramuan alami, seperti daun mint dan bawang juga menjaga kebersihan lingkungan, dengan cara membersihkan kebun secara teratur untuk merusak sarang hama, serta memilih tanaman yang tahan terhadap itu, tujuan utama diperingati Hari Hama Sedunia ini yaitu untuk meningkatkan kesadaran pemerintah dan masyarakat dalam pengolahan hama untuk kesehatan masyarakat. Selanjutnya juga untuk menggambarkan citra profesional industri pengolahan hama, serta menarik perhatian pada ancaman yang disebabkan oleh hama tonton berbagai video menarik di sini Muasal Terciptanya Meja, Awalnya Dibuat Bangsa Sumeria 05 June 2023 121949 Admin Jakarta - Meja merupakan alat yang digunakan setiap hari baik itu untuk bekerja atau belajar. Tak hanya itu saja, meja pada zaman sekarang sering dijadikan sebagai hiasan yang menghiasi rumah. Hal itu dilakukan agar terlihat nilai suatu estetika barang dari laman berdasarkan sejarahnya, bangsa pertama yang menggunakan meja pertama adalah bangsa Sumeria. Bangsa pertama yang mengenalkan mabel ini awalnya membuat desain meja yang kecil dan rendah. Meja tersebut terbuat dari kayu atau diciptakannya meja oleh bangsa Sumeria, meja selanjutnya dikembangkan oleh pada masa Mesir Kuno dengan ukuran yang masih sama, yakni sederhana kecil dan rendah. Akan tetapi bangsa Mesir mengubah permukaan meja tersebut menjadi lebih halus dan lebih rapih, sehingga lebih menonjolkan nilai estetika. Baca Awal Mula Terciptanya Kursi, Ada Sejak Zaman Romawi KunoKemudian Bangsa Babilonia dan Asria juga ikut menciptakan meja yang sama dengan bahan dan material yang sama yakni logam dan kayu. Diketahui pada zaman bangsa-bangsa tersebut, meja memiliki fungsi sebagai tempat tidur. Oleh karena itulah, meja memiliki tinggi yang rendah dan dibuat secara abad ke-16, bangsa Tudor mulai mengembangkan meja menjadi lebih baik. Di masa itu, meja digunakan sebagai meja makan dengan desain bulat dan terdapat kaki meja. Berawal dari sanalah, muncul meja alas tunggal atau ganda. Dilansir dari adapun meja pada zaman Yunani, memiliki permukaan datar dan horizontal dengan fungsi untuk dijadikan meja makan. Meja itu juga memiliki desain kaki yang diukir sebagai dengan semakin berkembangnya zaman material, meja pun ikut mengalami perubahan. Contohnya pada zaman bangsa Pompei dan Herculaneum yang menggunakan bahan baku marmer. Selain itu, desain mejanya juga semakin berkembang dan bervariasi serta disesuaikan dengan berjalannya waktu, pada zaman sekarang, meja sudah memiliki banyak jenis dan fungsi yang disesuaikan dengan kebutuhan penggunanya. Contohnya, meja kerja, meja belajar, meja tamu, meja disekolah, dan lain tonton berbagai video menarik di sini Awal Mula Terciptanya Kursi, Ada Sejak Zaman Romawi Kuno 04 June 2023 070708 Admin Jakarta - Kursi merupakan alat tempat duduk yang sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat, dengan adanya kursi dapat mempermudah proses kerja ataupun hanya sebatas untuk bersantai saja. Kursi yang kita pakai sekarang ini sudah banyak dimodifikasi, dan memiliki sisi sejarahnya tersendiri. Dilansir dari laman keberadaan kursi mulai dikenal pada abad ke-17 yang tampak masih sederhana dengan menggunakan peti kayu sebagai tumpuan. Namun kursi juga ternyata sudah mulai dikenal di abad sebelum Masehi. Pada era Mesir kuno sekitar 3130-1070 SM, kursi hanya dipakai oleh keluarga bangsawan kerajaan. Kursi itu juga dianggap sebagai barang penting yang tidak semua orang bisa era ini. pada umumnya kursi terbuat dari kayu berkualitas tinggi yang diukir dan dibentuk bak singgasana raja dengan finishing warna emas. Sementara pada zaman Yunani Kuno sekitar tahun 1100-400 SM, kursi digambarkan seperti lambang semakin banyak perhiasan atau ornamen yang terdapat dalam kursi tersebut, maka semakin tinggi kasta orang itu. Diketahui, kursi Yunani Kuno tersebut diberi nama kylsmos yang menyerupai huruf C. Baca Thrift Shop, Pakaian Bekas yang Banyak Diburu Generasi MilenialSelanjutnya di era Romawi sekitar tahun 700-400 SM, pada umumnya kursi itu terbuat dari perak dan perunggu yang sangat berat. Bahkan terkadang saat menduduki kursi itu akan terasa tidak nyaman. Kursi tersebut diberi nama Curule yakni kursi tanpa itu, dilansir dari di Asia kursi mulai berkembang sekitar abad ke-2 SM yang berawal dari Tiongkok dan Jepang yang pada umumnya digunakan untuk penyambutan. Kemudian pada masa Eropa, kursi mulai terkenal sekitar abad ke-16 dengan tampilan yang sangat mewah. Kursi di Eropa itu memiliki sandaran punggung dan terbuat dari kayu mahal dengan dudukan kain berjalannya waktu, kursi pun memiliki berbagai jenis seperti sofa, armchair, bangku, sofa bed, lounge chair, side chair, slipper chair, love seat, kursi bar, kursi makan, dan ottoman. Di sisi lain, saat ini kursi juga sudah bisa dinikmati dan diduduki oleh siapapun, tanpa harus mempermasalahkan kasta dan tonton berbagai video menarik di sini Hari Sepeda Sedunia Upaya Dukung Keberlangsungan Pembangunan Berkelanjutan 03 June 2023 121535 Eris Kuswara Jakarta - Sepeda merupakan alat transportasi alternatif yang dinilai ekonomis dan menyehatkan. Selain itu, sepeda juga mendukung keberlangsungan pembangunan berkelanjutan. Di sisi lain, penggunaan sepeda juga dinilai lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan kendaraan bermotor, karena tidak membutuhkan bahan bakar serta tidak menghasilkan emisi karbon yang nantinya akan menjadi polusi hanya itu saja, sepeda juga dianggap sebagai alat transportasi alternatif yang dapat mendukung program pengelolaan lingkungan dan kesehatan. Sehingga, untuk mendorong penggunaan sepeda bagi masyarakat yang ada di dunia, tanggal 3 Juni pun ditetapkan sebagai Hari Sepeda Kesehatan Dunia atau World Health Organization WHO juga menilai, diperingatinya Hari Sepeda Dunia ini sebagai upaya menyadarkan masyarakat di seluruh dunia tentang pentingnya kesehatan. Salah satunya caranya yaitu berolahraga dengan bagaimana sejarah dari Hari Sepeda Dunia ini? Dilansir dari laman sejarah Hari Sepeda Sedunia ini pertama kalinya ditetapkan pada 12 April 2018 oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB. Diceritakan hal itu berawal dari Professor Leszek Sibilski, seorang professor sosiologi yang menginisiasi PBB untuk membuat resolusi perayaan sepeda 2015, berbagai riset pun dilakukan oleh Professor Sibilski guna mengeksplore peran sepeda terhadap pembangunan berkelanjutan. Proyek yang dilakukannya itu pun kemudian berubah menjadi aksi masif bertemakan "Sustainable Mobility for All", hingga pada akhirnya bisa menghasilkan sebuah keputusan dari PBB. Baca Hari Anak Internasional, Momentum Akhiri Perampasan Hak-hak AnakSetelah mendapatkan dukungan sebanyak 193 suara yang berasal dari anggota Majelis Umum PBB dan juga didukung oleh 56 negara di dunia, pada akhirnya ditetapkanlah Hari Sepeda Sedunia yang jatuh pada tanggal 3 setelah itu dibuatlah logo dari Hari Sepeda Sedunia pertama yang merupakan karya Isaac Field, lalu dianimasikan oleh Professor John E. Swanson. Logo tersebut menunjukkan pesepeda di seluruh dunia menggunakan berbagai jenis pesan yang ingin ditunjukkan dari logo tersebut adalah untuk menunjukkan sepeda sebagai alat transportasi sederhana namun menjembatani kesenjangan orang-orang dari berbagai lapisan. Akan tetapi logo yang dipakai saat ini adalah logo yang berwarna biru putih yang juga hasil mereka berdua. Logo ini juga memiliki makna yang sama dengan pesan dari logo itu, dilansir dari laman resmi WHO, Hari Sepeda Sedunia ini merupakan bentuk peringatan untuk kembali menyadarkan masyarakat di dunia terhadap manfaat dalam menggunakan sepeda sebagai alat transportasi bagian untuk membangun kembali kebiasaan bersepeda, pada 2022, PBB membuat resolusi agar pemerintah dapat berkomitmen dalam mendukung para pesepeda dan memfasilitasinya. Selain itu, WHO juga secara aktif mempromosikan manfaat bersepeda untuk kesehatan, terutama dalam meningkatkan aktivitas fisik seseorang. Dengan rajin bersepeda, maka hal tersebut akan mengurangi risiko terkena penyakit kanker dan diabetes. Selain untuk kesehatan fisik, dengan bersepeda kita dapat berkontribusi dalam mengurangi polusi udara dan kebisingan di tonton berbagai video menarik di sini
Acculturation is the process of mixing or merging two different cultures into one new culture. One example of cultural acculturation is found in the architecture of Kasimuddin mosque located in Tanjung Palas, Bulungan Regency, North Kalimantan has a unique architectural form. This mosque is often known as the sultan's mosque because this mosque was built during the Bulungan Sultanate. The existence of this mosque is included in the Bulungan government's cultural tourism project plan. In addition to having a local cultural character, the architecture of this mosque is also influenced by other cultures. This research aims to examine cultural acculturation in the architecture of Kasimuddin Mosque. In addition, it is expected that this writing can be one of the references for the implementation of the next mosque restoration and the beginning of the next stage of research development. The research method used is qualitative method. With the form of data collection through field surveys, interviews, and some references from journals. This research was conducted on the Kasimuddin Mosque building. This mosque became one of the artifacts of the Bulungan sultanate and currently still serves as a place of worship as well as a cultural object. Various cultures influence the architecture of the mosque, including Javanese, Sumatran, Betawi, Malay, and European cultures. The occurrence of cultural acculturation because it is located in a coastal area where the area becomes a meeting place between nations. Therefore it is not surprising that in the Bulungan area there is acculturation of different cultures. Kasimuddin Mosque is one example of the result of cultural acculturation. As a cultural heritage building is expected to always be maintained, and considered both by the local government and the local community. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free JURNAL PATRA ISSN 2684-947X E-SSN 2684-9461 2022 Publishing LPPM Institut Desain dan Bisnis Bali AKULTURASI BUDAYA PADA ARSITEKTUR MASJID KASIMUDDIN DI BULUNGAN, KALIMANTAN UTARA Afifah Nurul Jihad1, Agus Dody Purnomo2 1,2 Desain Interior, Fakultas Industri Kreatif, Universitas Telkom e-mail afifahjihad agusdody Received Februari, 2022 Accepted April, 2022 Publish online Mei, 2022 Acculturation is the process of mixing or merging two different cultures into one new culture. One example of cultural acculturation is found in the architecture of Kasimuddin mosque located in Tanjung Palas, Bulungan Regency, North Kalimantan has a unique architectural form. This mosque is often known as the sultan's mosque because this mosque was built during the Bulungan Sultanate. The existence of this mosque is included in the Bulungan government's cultural tourism project plan. In addition to having a local cultural character, the architecture of this mosque is also influenced by other cultures. This research aims to examine cultural acculturation in the architecture of Kasimuddin Mosque. In addition, it is expected that this writing can be one of the references for the implementation of the next mosque restoration and the beginning of the next stage of research development. The research method used is qualitative method. With the form of data collection through field surveys, interviews, and some references from journals. This research was conducted on the Kasimuddin Mosque building. This mosque became one of the artifacts of the Bulungan sultanate and currently still serves as a place of worship as well as a cultural object. Various cultures influence the architecture of the mosque, including Javanese, Sumatran, Betawi, Malay, and European cultures. The occurrence of cultural acculturation because it is located in a coastal area where the area becomes a meeting place between nations. Therefore it is not surprising that in the Bulungan area there is acculturation of different cultures. Kasimuddin Mosque is one example of the result of cultural acculturation. As a cultural heritage building is expected to always be maintained, and considered both by the local government and the local community. Keywords Acculturation, Culture, Mosque, Kasimuddin Akulturasi merupakan proses percampuran atau penggabungan dua budaya yang berbeda menjadi satu budaya baru. Salah satu contoh akulturasi budaya terdapat pada arsitektur masjid Kasimuddin yang terletak di Tanjung Palas, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara memiliki bentuk arsitektur unik. Masjid ini sering dikenal dengan sebutan masjid sultan karena masjid ini dibangun pada masa kesultanan Bulungan. Keberadaan masjid ini masuk kedalam rencana proyek pariwisata budaya pemerintah Bulungan. Selain memiliki karakter budaya lokal, arsitektur masjid ini juga dipengaruhi oleh budaya lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji akulturasi budaya pada arsitektur Masjid Kasimuddin. Selain itu, diharapkan tulisan ini dapat menjadi salah satu referensi untuk pelaksanaan restorasi masjid berikutnya dan tahapan pengembangan penelitian berikutnya. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Dengan bentuk pengumpulan data melalui survei lapangan, wawancara, dan beberapa referensi dari jurnal. Penelitian ini dilakukan pada bangunan masjid Kasimuddin. Masjid ini menjadi salah satu artefak peninggalan kesultanan Bulungan dan saat ini masih berfungsi sebagai tempat ibadah sekaligus objek budaya. Berbagai budaya mempengaruhi arsitektur masjid, antara lain budaya Jawa, Sumatera, Betawi, Melayu, dan Eropa. Terjadinya akulturasi budaya karena terletak di daerah pesisir di mana daerah tersebut menjadi tempat pertemuan antar bangsa. Sehingga tidak mengherankan jika di daerah Bulungan terdapat akulturasi budaya yang berbeda. Masjid Kasimuddin adalah salah satu contoh hasil akulturasi budaya. Sebagai bangunan cagar budaya diharapkan selalu dijaga, dan diperhatikan baik oleh pemerintah daerah dan masyarakat setempat. Kata Kunci Akulturasi, Budaya, Masjid, Kasimuddin PENDAHULUAN Akulturasi adalah proses penggabungan atau penyatuan dua budaya yang saling bertemu dan saling mempengaruhi satu sama lain. Prosesnya terus berkesinambungan melalui komunikasi antara pendatang dengan lingkungan sosio budaya setempat. Akulturasi ini menghasilkan budaya baru tanpa menghapus budaya yang ada sebelumnya Mulyana, 2006; Ayuningrum, 2017. Budaya baru ini akan menambah keberagaman dan kekayaan budaya dalam satu daerah. Akulturasi budaya sangat memungkinkan terjadi di Nusantara khususnya di Kalimantan dikarenakan terletak di jalur perdagangan dunia. Pada abad ke 7 aktifitas perdagangan bangsa Arab sudah berlangsung dengan rute yang menghubungkan Laut Tengah dengan Cina. Rute pelayaran dan perdagangan Arab - Persia - India - dunia Melayu - Tiongkok. Kedatangan bangsa lain tersebut di Nusantara untuk berdagang dan berinteraksi dengan masyarakat setempat. Selain berdagang, mereka juga menyebarkan agama Islam sehingga tidak menutup kemungkinan terjadinya akulturasi budaya. Hal ini seperti yang terjadi di daerah Bulungan, Kalimantan Utara dimana jejak kedatangan mereka bisa dilihat dari makam ulama yang bernama Sayyid Ahmad Maghribi di Salim Batu. Ulama tersebut diyakini berasal dari Arab Maroko Rahmadi, 2020; Sadono, 2020. Salah satu hasil akulturasi budaya yakni arsitektur masjid. Masjid merupakan tempat beribadah bagi umat muslim. Masjid di Indonesia sangat kental dengan pengaruh budaya berbagai suku di tanah air. Selain untuk beribadah, masjid juga sering digunakan untuk berbagai aktivitas bagi umat muslim. Kegiatan – kegiatannya antaralain pengajian, kegiatan berdakwah, dan acara keagamaan lainnya. Masyarakat juga memanfaatkan masjid sebagai tempat upacara pernikahan atau dalam Islam dikenal dengan akad nikah. Pada intinya perkembangan fungsi masjid sebagai tempat pembinaan, pengajaran, praktik sosial, pengamanan, dan benteng pertahanan umat Islam sehingga fungsinya mencakup pengertian sosial, budaya, dan politik Barliana, 2008. Sedangkan bentuk arsitektur masjid di Indonesia juga beragam sesuai dengan daerahnya dan budaya yang mempengaruhinya. Tidak heran jika dalam perkembangannya, masjid di Nusantara memiliki keragaman bentuk yang mencerminkan akulturasi budaya di dalamnya Sadono, 2020. Masjid Kasimuddin adalah salah satu masjid besar yang terletak di Tanjung Palas, kota Bulungan. Masjid ini merupakan salah satu peninggalan penting dari kebudayaan dan kesultanan Bulungan. Masjid tersebut mulai dibangun pada tahun 1897. Kemudian mulai diperbesar saat pemerintahan kesultanan dipegang oleh Sultan Maulana Muhammad Kasimuddin 1901-1925. Dan akhirnya masjid ini juga dikenal dengan nama masjid Kasimuddin. Masjid Kasimudin berdiri di atas tanah seluas 2500 m2. Saat ini, arsitektur masjid Kasimuddin masuk dalam proyek pemerintahan Kalimantan Utara. Dan terdaftar sebagai peninggalan budaya dan warisan Kesultanan Bulungan. Nama Bulungan’ merupakan nama salah satu suku yang bermukim di Kalimantan Utara. Suku tersebut adalah suku dengan ras Melayu yang kental. Pengaruh budaya Melayu dari Brunei Darussalam dan Malaysia Rahmadi, 2020. Sementara ada teori lain juga yang menyatakan bahwa pengaruh budaya Islam dibawa oleh bangsa Thailand, Laos, Kamboja dan negara sekitarnya Rifani, 2014; Kumayza, 2014. Tujuan penelitian ini untuk mengkaji lebih lanjut tentang akulturasi budaya yang terdapat pada arsitektur masjid Kasimuddin. Akulturasi budaya yang ditampilkan melalui elemen arsitektur dan interiornya memiliki keunikan yang berbeda dengan masjid-masjid pada umumnya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam mengenal keragaman bentuk arsitektur masjid di Nusantara. Selain itu juga dapat menjadi tahapan awal untuk pengembangan penelitian berikutnya. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah metode penilitian kualitatif. Metode ini terdiri atas pengumpulan data melalui survei dan wawancara. Data primer diperoleh melalui survei lapangan dan wawancara dengan pengelola masjid. Sedangkan data sekunder diperoleh dari jurnal ilmiah, makalah seminar, buku literatur cetak maupun elektronik. Data yang sudah diperoleh kemudian dianalisis, kemudian ditarik kesimpulan. Lokasi penelitian dilaksanakan di komplek Masjid Kasimuddin yang terletak di jalan Kasimuddin, Tanjung Palas, kabupaten Bulungan, provinsi Kalimantan Utara. Bangunan berdiri di atas tanah dengan luas 2500 m2 dan bangunan memiliki ukuran 19 x 19 m2. Gambar 1. Arsitektur Masjid Kasimuddin [Sumber Dokumentasi Afifah,2021] HASIL DAN PEMBAHASAN Masjid Kasimuddin merupakan masjid peninggalan Kesultanan Bulungan sehingga pada arsitektur dan interior bangunannya banyak ditemukan unsur-unsur budaya yang kental di Bulungan. Bangunan Masjid ini menggunakan material kayu ulin baik pada struktur bangunan maupun elemen interior. Saat ini, Masjid ini menjadi salah satu proyek pengembangan Pemerintah Daerah Bulungan. Proyek ini direncanakan menjadi salah satu potensi pariwisata budaya di Kalimantan Utara. Akulturasi Budaya pada Arsitektur dan Interior Masjid Bentuk atap masjid Kasimuddin merupakan atap tumpang limasan dengan kubah pada bagian puncaknya. Seperti pada umumnya bentuk atap masjid di Nusantara yang memiliki bentuk tingkatan. Selain itu juga bermahkota wuwungan atau bubungan dari bahan terakota maupun jenis bahan yang sama dengan bahan atapnya. Namun pada masjid ini menggunakan mahkota kubah yang merupakan ciri khas dari masjid Timur Tengah. Bentuk atap tumpang mengingatkan kepada bentuk Meru gunung yang biasanya dikenal dalam budaya pra Islam misalnya masjid Agung di Demak dan masjid Sang Cipta Rasa di Cirebon. Material kubah masjid adalah alumunium sedangkan atapnya menggunakan material sirap kayu ulin. Sirap kayu ulin merupakan material yang umum digunakan di provinsi Kalimantan Utara karena merupakan komoditi yang banyak tersebar di Kalimantan utara. Namun, material ini saat ini sudah jarang digunakan karena harganya mahal baik untuk pembuatan maupun pemeliharaannya. Gambar 2. Tampak Atap Masjid Kasimuddin [Sumber Dokumentasi Afifah, 2021] Bagian tengah bangunan terdapat empat tiang utama soko guru sebagai penyangga utama atap. Selain soko guru terdapat juga tiang-tiang pendukung berjumlah 12 yang tingginya lebih pendek dibandingkan soko guru. Keberadaan soko guru dan soko pendukung mengingatkan pada bentuk-bentuk bangunan pendopo pada arsitektur pra Islam. Gambar 3. Empat soko guru pada Masjid Kasimuddin [Sumber. Dokumentasi Afifah, 2021] Pengaruh Jawa merupakan salah satu bukti bahwa adanya hubungan diplomasi antara kesultanan Bulungan dengan kesultanan Yogyakarta. Sementara lampu yang digunakan pada masjid dengan jenis chandelier merupakan lampu antik yang merupakan pengaruh budaya Eropa Belanda. Bangunan Masjid Kasimuddin ditopang oleh 16 tiang soko dengan material kayu ulin. Dan dari awal pembangunan tidak pernah diganti dikarenakan begitu kuat material tersebut. Kayu ulin ini sangat kuat dan dapat bertahan sampai puluhan tahun. Kayu tersebut banyak tersebar di Kalimantan Utara dan sangat umum digunakan pada bangunan-bangunan tradisional di Kalimantan Utara. Gambar 4. Kayu ulis sebagai tiang penyangga masjid [Sumber. Dokumentasi Afifah, 2021] Pada bagian fasad masjid, terdapat serambi sebelum memasuki area interior masjid. Deretan tiangnya dihubungkan bentuk lengkung setengah lingkaran pada bagian atasnya. Bentuk lengkung setengah lingkaran merupakan pengaruh dari arsitektural dari Timur Tengah. Pada bidang fasad diberi warna putih dan lis berwarna hijau. Warna hijau identic dengan warna pada arsitektur Islam di Indonesia. Dinding masjid menggunakan material papan kayu ulin dengan finishing cat berwarna putih. Pada elemen lantainya menggunakan tegel pada area tengah masjid dan material keramik putih polos digunakan untuk lantai di sisi samping masjid. Gambar 5. Dinding dan Lantai Masjid Kasimuddin [Sumber. Dokumentasi Afifah, 2021] Masjid memiliki bukaan berupa pintu yang disebut dengan istilah laweng. Laweng menggunakan material kayu yang menggunakan penggayaan vernakular khas Bulungan. Jenis mekanisme pintu masjid menggunakan mekanisme swing sederhana. Bukaan laweng menggunakan 2 daun pintu. Dengan laweng 2 daun pintu dapat membantu penghawaan di dalam ruangan. Masjid di Aceh memberikan pengaruh terhadap bukaannya. Namun, pada bukaan masjid di Aceh tidak terdapat daun pintu seperti di masjid ini. Model daun pintu yang digunakan merupakan pengaruh budaya Betawi. Selain pintu terdapat pula lobang angin pada bagian atas pintu. Gambar 6. Tampak Pintu/laweng Masjid Kasimuddin [Sumber. Dokumentasi Afifah, 2021] Warna cat pada bangunan menggunakan warna putih, hijau, dan kuning keemasan. Warna – warna tersebut merupakan warna khas kesultanan Bulungan dan warna yang melambangkan budaya Bulungan. Warna kuning merupakan bukti dari pengaruh budaya. Warna kuning keemasan merepresentasikan warna padi yang menguning. Warna kuning merupakan simbol dari kemakmuran dan kejayaan. Warna putih merupakan lambang dari kesucian. Warna hijau adalah warna khas Islam. Warna ini lambang dari kedekatan agama Islam dan budaya Bulungan. Gambar 7. Bentuk lengkung pada fasad serambi masjid [Sumber. Dokumentasi Afifah, 2021] Mimbar adalah tempat dengan bentuk menyerupai singgasana yang biasa digunakan oleh ulama maupun petinggi agama untuk menyampaikan dakwah Islam. Mimbar juga sering menjadi vocal point di dalam masjid. Tidak heran jika mimbar masjid sering memiliki ukiran ataupun warna yang merepresentasikan budaya setempat. Mimbar masjid menggunakan material kayu. Warna yang dipakai adalah warna kuning dan biru. Mimbar ini sangat merepresentasikan dari budaya Bulungan. Gambar 8. Mimbar Masjid Kasimuddin [Sumber. Dokumentasi Afifah, 2021] Akulturasi Budaya pada Ornamen Masjid Ornamen atau ukiran dapat ditemukan pada beberapa area interior masjid. Pada langit-langit masjid terdapat lis ukiran berisi asma’ul husna yang terdapat dalam Alqur’an. Lis ukiran ini mengelilingi area langit-langit diletakan di atas soko pendukung. Gambar 9. Ukiran pada langit – langit Masjid Kasimuddin [Sumber. Dokumentasi Afifah, 2021] Lantai menggunakan material tegel dengan motif geometri berwarna hijau. Pengaruh budaya Eropa dapat dilihat pada lantai masjid ini. Diperkirakan bahwa tegel ini didapat dari pabrik tegel cap kunci yang berasal dari kota Yogyakarta. Sehingga ada kemiripan antara lantai tegel di Yogyakarta dengan lantai tegel masjid. Pabrik ini telah didirikan oleh Louise Maria Stocker dan Jules Gerrit Commane pada tahun 1927 Dewi, 2017; Budi, 2017. Pengetahuan akan tegel diperkenalkan oleh Belanda sehingga lantai tegel pada masjid merupakan pengaruh dari Eropa. Hal ini didukung dengan kerjasama antara Belanda, Sultan Kasimuddin, dan Habib Abdullah Al – Jupri dalam bisnis pengolahan minyak di Tarakan. Gambar10. Ukiran pada Lantai Masjid Kasimuddin [Sumber. Dokumentasi Afifah, 2021] Ukiran lainnya terdapat di mihrab masjid. Ukiran yang melekat pada dinding masjid memiliki pola geometri yang membentuk ilusi flora. Warna yang digunakan adalah warna hijau, kuning, dan coklat. Warna – warna ini sangat dengan warna earth yang identik dengan kebudayaan Bulungan. Budaya Bulungan memang banyak dekat dengan alam karena Sebagian besar mata pencaharian masyarakat Bulungan mengandalkan alam. Seperti pertanian, perkebunan, hutan, dan kelautannya. Gambar 11. Ukiran pada dinding Mihrab Masjid Kasimuddin [Sumber. Dokumentasi Afifah, 2021] Pada mimbar masjid juga terdapat ukiran lainnya. Terdapat ukiran – ukiran stilasi flora pada bidang mimbar. Ornamentik flora umumnya bentuk lung-lungan. Ukiran – ukiran ini merupakan salah satu ukiran khas dari masyarakat Bulungan. Gambar 12. Ukiran pada Mimbar Masjid Kasimuddin [Sumber. Dokumentasi Afifah, 2021] KESIMPULAN Masjid Kasimuddin di Kabupaten Bulungan merupakan bukti akulturasi dari keragaman budaya di Indonesia. Walaupun suku Bulungan merupakan suku terbesar yang mendiami Kalimantan Utara, namun budayanya banyak mengadaptasi dari budaya-budaya lain baik dari daerah lain bahkan budaya bangsa lainnya. Hal ini dikarenakan masyarakat Bulungan merupakan masyarakat pesisir sehingga cenderung bersikap terbuka dan ramah dalam menerima pengaruh budaya lain. Masjid Kasimuddin merupakan bangunan peninggalan sejarah yang penting. Untuk itu harus tetap dirawat dan dilindungi sebagai aset budaya daerah Bulungan. Pemerintah setempat diharapkan dapat lebih aktif menjaga, melestarikan, serta mengembangkan cagar budaya bersejarah ini. Keterlibatan masyarakat juga dibutuhkan dalam mendukung pelestarian bangunan cagar budaya tersebut. Diharapkan masjid Kasimuddin dapat menjadi sumber inspirasi bagi arsitek dan desainer interior dalam mengembangkan desain masjid di Nusantara. DAFTAR PUSTAKA [1] Mulyana, D., & Jalaluddin, R. 2006. Komunikasi Antarbudaya. Bandung PT. Remaja Rosdakarya. [2] Al-Amri, L., & Haramain, M. 2017. Akulturasi Islam Dalam Budaya Lokal. KURIOSITAS Media Komunikasi Sosial Dan Keagamaan, 112, 87-100. [3] Ayuningrum, D. 2017. Akulturasi Budaya Cina dan Islam Dalam Arsitektur Tempat Ibadah di Kota Lasem, Jawa Tengah. Jurnal Sabda, 122, 122-135. [4] Barliana, M. Syaom. 2008. Perkembangan Arsitektur Masjid Suatu Transformasi Bentuk dan Ruang. HISTORIA Jurnal Pendidikan Sejarah, 092, 45-60. [5] Cahyandari, G,O,I. 2012. Tata Ruang dan Elemen Arsitektur pada Rumah Jawa di Yogyakarta sebagai Wujud Kategori Pola Aktivitas dalam Rumah Tangga. Jurnal Arsitektur Komposisi, 102. [6] Rahmadi. 2020. Membincang Proses Islamisasi di Kawasan Kalimantan Dari Berbagai Teori. Khazanah Jurnal Studi Islam dan Humaniora, 182, 243 – 286. [7] Rifani, A, M., & Kumayza, T, N. 2014. Hari Budaya Kabupaten Kutai Kartanegara. Jurnal ilmu Sosial Mahakam, 31, 1-18. [8] Sadono, S. & Purnomo, A. D. 2020. Akulturasi Budaya Islam dan Tionghoa Dalam Arsitektur Masjid Al Imtizaj Cikapundung Bandung. GORGA Jurnal Seni Rupa, 92, 438-443. [9] Saefullah, A. 2018. Masjid Kasunyatan Banten Tinjauan Sejarah dan Arsitektur. Jurnal Lektur Keagamaan, 161, 127 – 158. [10] Sholehah., & Christyanti, R, D. 2014. Tradisi Budaya pada Sistem Fisik Bangunan Rumah Sembau Suku Bulungan di Tanjung Palas Kalimantan Utara. PROKONS Jurnal Teknik Sipil, 102, 100-108. [11] Syamsiyah, N, R., & Muslim, A. 2018. Kajian Perbandingan Gaya Arsitektur dan Pola Ruang Masjid Surakarta dan Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta. SINEKTIKA Jurnal Arsitektur, 151. [12] Tanjung, R., Rudiansyah., & Chen, J. 2019. Masjid Lama Gang Bengkok Sebagai Simbol Multietnis Di Kota Medan. Journal of Art, Design, Education, And Culture Studies JADECS, 42, 95 – 103. [13] Zahra, F. 2017. Perpaduan gaya Arsitektur Eropa dan Timur Tengah pada Masjid Istiqlal Jakarta. Prosiding Seminar Heritage IPLBI. Cirebon, Indonesia. 219-226. [14] Dewi, F, W., & Budi, B, S. 2017. Ragam Motif dan Warna Tegel Kunci pada Keraton Yogyakarta. Prosiding Seminar Heritage IPLBI. Cirebon, Indonesia. 499 – 504. [15] Simas Kemenag. Masjid Kasimuddin. URL Diakses tanggal 6 Agustus 2021. [16] Bpcbkaltim. 2016. Masjid Kasimuddin. URL Diakses tanggal 10 Agustus 2021. [17] Muffid, M., Supriyadi, B., & Rukayah, R, S. 2014. Konsep Arsitektur Jawa dan Sunda pada Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon. MODUL, 142, 65 – 70. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this publication. Diah AyuningrumThe Interaction of Chinese culture and Islam has been going on since four hundred years ago. Tolerance between indigenous people, Chinese, and Moslem is well preserved until now. One of them is the architectural town of Lasem and the house in China town area - a typical Chinese style house found in Lasem. Homes, places of worship like temples are also typical Chinese style also prove the occurrence of cultural acculturation in Lasem. The roof of Masjid Jami Lasem is a major proof of acculturation between Islamic and Chinese SaefullahKasunyatan Mosque is one of the historic ancient mosques in Banten. Its existence is less popular than Masjid Agung the Great Mosque of Banten in Banten Lama, although both are one of the religious tourism destinations for Indonesian people. At the time of the Sultan Shaykh Maulana Yusuf, the second Sultan of the Sultanate of Banten, ruled between 1570-1780 AD, Kasunyatan Mosque is well known as a center of religious and scientific activities other than the Keraton Surosowan and Banten Lama. Across this mosque there is the Tomb of Sultan Shaykh Maulana Yusuf which is crowded by the public. This research paper endeavors to describe of how Kasunyatan Mosque in Banten as one of historic places of worship. The research uses historical and architectural approach in understanding and analysing data. Based on this research, it is understood that the Kasunyatan Mosque shows its ancient features in its rectangular shape, solid or massive foundations, thick walls, short mihrab, and pulpits and the Friday sermons in the form of a double-edged sword. Although it has renovated and improved, but the original structure remains visible and its authenticity is maintained. On the southwest side there is also a massive tower, as one of the hallmarks of ancient tower buildings. One of the legacies that is still passed by the present generation is in case of educative and religious function of the mosque itself as a center of religious teaching and learning in which the Madrasah Diniyah religious School and regular religious study majlis taklim is built and being carried out up to now, besides enabling for other religious activities and ceremonies such as regular religious teaching, the commemoration of Islamic Memorial Days such as Mawlid an-Nabi Celebrating Prophet Muhammad's Birthday, Isra Mi’raj, Orphans Benefit, and also the haul of Shaykh Maulana Kasunyatan, Ancient Mosque, Banten, Maulana Yusuf, Architecture, historical and architectural perspective Masjid Kasunyatan merupakan salah satu masjid kuno bersejarah di Banten. Keberadaannya kurang popular dibandingkan dengan Masjid Agung Banten di Banten Lama, meskipun dua-duanya merupakan salah satu tujuan wisata religi bagi sebagian masyarakan Indonesia. Pada masa Sultan Syekh Maulana Yusuf, sultan kedua dari Kesultanan Banten, berkuasa antara 1570-1780 M., Masjid Kasunyatan dikenal sebagai pusat kegiatan keagamaan dan keilmuan selain di sekitar Keraton Surosowan dan Banten Lama. Di seberang masjid ini terdapat Makan Sultan Syekh Maulana Yusuf tersebut yang ramai diziarahi masyarakat. Berdasarkan penelusuran, Masjid Kasunyatan memperlihatkan ciri-ciri kekunoannya pada bentuknya yang segi empat, fondasi padat atau massif, dinding tebal, mihrab pendek, dan mimbar serta tongkat khotib Jum'at berupa pedang bermata dua. Meskipun telah mengalami perbaikan, tetapi struktur aslinya tetap terlihat dan keasliannya dipertahankan. Di sisi sebelah barat daya terdapat juga menara yang massif, sebagai salah satu ciri bangunan menara kuno. Salah satu peninggalannya yang tetap diteruskan oleh generasi sekarang adalah dalam hal pemeranan fungsi pendidikan dan keagamaan, dimana Madrasah Diniyah dan pengajian rutin dibangun dan diselenggarakan, selain untuk pelaksanaan berbagai acara kegiatan keagamaan seperti peringatan hari-hari besar keagamaan, seperti Maulid Nabi Muhammad Saw., Isra Mikraj, Santunan Anak Yatim, dan juga acara haul Syekh Maulana Kunci Kasunyatan, Masjid Kuno, Banten, Maulana Yusuf, Arsitektur Gerarda Orbita Ida CahyandariTraditional houses resemble classification according to social status of the owner. Traditional house is a manifestation of symbolic and cultural meaning. Javanese traditional houses are represented in certain orders and characteristics. “Ndalem” in the form of “Joglo” is a type of high status. “Limasan” and “Kampung” are houses for medium and low status. Activities in a house reflect social inter-relationship in a family. Javanese people are categorized as patrileneal family systems that have cultural determination in domestic roles. The analysis requires historical data, pattern of activity, and architectural elements and symbols. Mapping of activities draws housing classification. “Dalems” and “joglos” have spaces to support social activity and define the roles. Houses in lower classification show balance of the social classification, Javanese traditional house, domestic rolesAbstrak Rumah tradisional mencitrakan status sosial pemilik yang juga berarti bahwa rumah tradisional memiliki makna simbolis dan kultural. Rumah trdisional Jawa diwujudkan dalam aturan dan karakteristik tertentu. Rumah “Joglo” dalam bentuk “Ndalem” berada pada status sosial pemilik yang tinggi, sedangkan Limasan dan Kampung dimiliki oleh kaum biasa dan rakyat jelata. Aktivitas dalam rumah mencerminkan hubungan social dalam suatu rumah tangga. Keluarga jawa termasuk penganut system patrilineal yang berpengaruh pada peran domestik. Analisis menggunakan data historis, pola aktivitas, dan elemen serta simbol arsitektural. Pemetaan aktivitas menunjukkan klasifikasi bangunan. Ndalem dan joglo memiliki ruang yang mendukung aktivitas dan peran sosial. Rumah dalam klasifikasi yang lebih rendah, menunjukkan peran domestik dan sosial yang kunci klasifikasi sosial, rumah tradisional Jawa, aktivitas rumah tanggaM BarlianaSyaomBarliana, M. Syaom. 2008. Perkembangan Arsitektur Masjid Suatu Transformasi Bentuk dan Ruang. HISTORIA Jurnal Pendidikan Sejarah, 092, 2020. Membincang Proses Islamisasi di Kawasan Kalimantan Dari Berbagai Teori. Khazanah Jurnal Studi Islam dan Humaniora, 182, 243 -286. Budaya Kabupaten Kutai KartanegaraA RifaniM KumayzaRifani, A, M., & Kumayza, T, N. 2014. Hari Budaya Kabupaten Kutai Kartanegara. Jurnal ilmu Sosial Mahakam, 31, Lama Gang Bengkok Sebagai Simbol Multietnis Di Kota MedanR TanjungRudiansyahJ ChenTanjung, R., Rudiansyah., & Chen, J. 2019. Masjid Lama Gang Bengkok Sebagai Simbol Multietnis Di Kota Medan. Journal of Art, Design, Education, And Culture Studies JADECS, 42, 95 Motif dan Warna Tegel Kunci pada Keraton Yogyakarta. Prosiding Seminar Heritage IPLBIF DewiW BudiDewi, F, W., & Budi, B, S. 2017. Ragam Motif dan Warna Tegel Kunci pada Keraton Yogyakarta. Prosiding Seminar Heritage IPLBI. Cirebon, Indonesia. 499 Arsitektur Jawa dan Sunda pada Masjid Agung Sang Cipta Rasa CirebonM MuffidB SupriyadiR RukayahMuffid, M., Supriyadi, B., & Rukayah, R, S. 2014. Konsep Arsitektur Jawa dan Sunda pada Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon. MODUL, 142, 65 -70.
Masjid di Indonesia beberapa masih mempertahankan atap tumpang tiga. Namun, dari manakah inspirasi atap tumpang tiga itu? Masjid atap tumpang tiga tentunya bentuk akulturasi budaya Hindu yang dipelopori oleh Masjid Agung Demak oleh Walisongo. Masjid beratap tumpang tiga memiliki nilai filosofi yang mendalam, yakni atap tumpang tiga bermakna Islam atap dasar, Iman atap tengah, Ihsan atap atas yang mencerminkan kondisi rakyat pada akhir jaman orang beragama Islam lebih banyak dari pada orang Islam yang beriman, orang Islam yang beriman lebih banyak dari pada orang Islam yang memiliki sifat Ihsan. Foto diambil dari akun instagram sanjifinch Disadur oleh Tim GeoEnsiklopedia dari 1. Pemaparan Bp. Triyono, Pemandu Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat mengenai atap masjid tumpang tiga pada Masjid Agung Yogyakarta. 2. Cintai Mahakarya Nusantara geonusantara geoensiklopedia geo0264UBER Perang Perayaan Musim Panen Sumba Perang Pasola merupakan sebuah ritual adat yang selalu diadakan setiap tahunnya di Indonesia Timur, tepatnya di Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur NTT. Tradisi ini diadakan setiap bulan Februari atau Maret, namun tanggal pastinya yang akan menentukan ialah seorang Rato tokoh adat. Pasola diadakan dalam rangka merayakan musim panen serta memohon pengampunan. Sebelum pelaksanaan ritual Pasola, […] Demi Emas di Papua, CIA Gulingkan Soekarno dan Kennedy Tambang emas di Papua yang kini dieksplorasi PT Freeport McMoRan awalnya ditemukan oleh tiga geolog asal Belanda. Mereka, Jean Jacques Dozy, AH Colijn, dan Franz Wissel, bekerja untuk Netherland New Guinea Petroleum Company, yang bermarkas di Babo, Papua Barat. Pada 1936, ketiganya menemukan gunung emas’ di Ertsberg saat melakukan perjalanan ke puncak Cartensz di Papua. […]